Logitech Speed Forces Wireless


Seputar Informasi - Sukses konsol game Wii produksi Nintendo Co Ltd mendorong pertumbuhan industri peripheral. Produsen peripheral komputer dan konsol yang bermarkas di Swiss, yakni Logitech International SA, kini ikut memproduksi peripheral khusus Wii.

Produk terbaru Logitech yang dirancang khusus untuk Wii itu adalah setir balap nirkabel Speed Force Wireless. Setir balap itu ditujukan untuk memberikan pengalaman balapan yang lebih realistis ketika pengguna Wii bermain game balap "Need for Speed: Undercover" produksi Electronic Arts Inc (EA). Sepintas, Speed Force Wireless tidak memiliki desain berbeda dengan setir balap virtual lainnya.

Namun ketika dicermati, Speed Force Wireless ternyata tidak memiliki pedal gas dan rem. Logitech ternyata menanam kontrol gas dan rem di setir itu sendiri. Alhasil, Speed Force Wireless dapat dikendalikan penuh dengan tangan. Bagi sebagian orang, kendali seperti itu memudahkan karena Speed Force Wireless tidak harus dipasang di meja. Namun, bagi gamer yang lain, kontrol seperti Speed Force Wireless kurang asyik karena tidak cukup realistis.

Sebab di mobil apa pun, kontrol gas dan rem memang ada di bawah dan dikendalikan dengan kaki. Namun, nilai tambah pada Speed Force Wireless yang sukar ditolak gamer adalah sistem transmisi data nirkabelnya. Speed Force Wireless berkomunikasi dengan konsol Wii melalui teknologi nirkabel 2,4 GHz. Untuk mengoperasikannya, gamer cukup mencolokkan receiver nirkabel ke terminal USB pada Wii.

Setelah itu, Speed Force Wireless dapat dimainkan secara nirkabel dari jarak hingga 10 meter dari konsol Wii. Logitech berencana merilis Speed Force Wireless pada November dengan harga ritel USD100. Speed Force Wireless diklaim mampu mendukung permainan lebih dari 100 game balap. Logitech pertama kali merilis setir balap virtual pada 1998 dan hingga saat ini sudah merilis 19 model.

(www.okezone.com)

Perjanjian Damai, Rusia masih setengah hati : Seputar Informasi

Presiden Rusia Dimitry Medvedev telah menandatangani kesepakatan damai dengan Georgia. Namun, penandatanganan itu dinilai masih setengah hati karena Rusia masih belum menarik seluruh pasukannya dari perbatasan.

Seperti dikutip AFP, Minggu (17/8/2008), Medvedev menandatangani enam poin kesepakatan yang dimediasikan Prancis beberapa pekan setelah Rusi menginvasi Georgia sebagai dukungan untuk melindungi wilayah Abkhazia dan Ossetia Selatan.

"Presiden Medvedev mengumumkan kepada anggota Parlemen Federal Rusia jika dia telah menandatangani dukumen yang diajukan tersebut," kata jurubicara Kremlin Natalya Timakova.

Dengan penandatanganan ini, banyak yang berharap perjanjian damai ini bisa menghentikan kekerasan yang sempat pecah akibat serangan di wilayah Abkhazia dan Ossetia Selatan.

Dengan adanya perjanjian damai itu seharusnya bisa menjadi dasar penarikan pasukan Rusia dari beberapa wilayah di Georgia. Namun demikian, pada draft tersebut dikatakan, pasukan Rusia masih memiliki hak untuk melakukan patroli di sekitar wilayah Abkhazia dan Ossetia Selatan.

Poin inilah yang menjadi dasar penolakan dalam draf yang ditawarkan Prancis sebelumnya. Sebab, dalam draf awal itu, seluruh pasukan Rusia diminta untuk menarik diri dari Georgia.

(www.okezone.com)

AS ancam isolasi Rusia

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Condoleezza Rice memperingatkan Rusia akan ancaman isolasi dunia internasional. Hal ini terkait penolakan negara beruang merah itu untuk menghentikan perang dengan Georgia.

"Saya harus mengatakan dan melaporkan tanggapan dari Rusia sangat tidak memberikan harapan untuk menghentikan perang, sesuai janji yang sudah mereka lontarkan," kata Condoleezza seperti dikutip AFP, Kamis (14/8/2008).

"Kebijakan itu hanya untuk membuat semakin kuatnya semangat mengisolasi Rusia karena tetap bergerak perang," tambah Condoleezza.

Saat ini Condoleezza juga sedang dalam perjalanan menuju Prancis dan Georgia untuk mendukung Sarkozy mengupayakan perdamaian antara Georgia dan Rusia. "Rusia harus mengakhiri operasi militernya," ujar Condoleezza.

Pasukan Rusia dan beberapa pasukan dari Abkhazia dan Ossetia Selatan merampas dan membakar rumah-rumah di Georgia. Hal ini dianggap sebagai tindakan pelanggaran perjanjian perdamaian perang yang sempat digelar selama lima hari.

Sehari setelah proposal perdamaian yang diperantarai Presiden Prancis Nicholas Sarkozy, Rusia dihadapkan dengan kritik dari dunia barat karena masih tetap melancarkan serangan.

Di saat bersamaan Presiden AS, George W Bush juga menuntut kepada Rusia untuk menarik seluruh pasukannya dari Georgia.

"Kita dapat laporan dari Georgia bahwa dalam kenyataannya Rusia masih belum mengakhiri operasi militernya," tegas Condoleezza.

Rusia akui kemerdekaan Abkhazia : Seputar Informasi

Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyatakan bahwa Moskow menganggap South Ossetia dan Abkhazia sebagai negara merdeka. Pengakuan itu dibuat di tengah kecaman dunia internasional.

"Saya telah menandatangani dekrit pengakuan Federasi Rusia atas kemerdekaan South Ossetia dan Abkhazia,ujar Medvedev di kediamannya di Sochi, Rusia. "Rusia mendesak negara lain untuk melakukan hal yang sama," tuturnya.

Medvedev juga menyampaikan pidato yang ditujukan bagi rakyat South Ossetia dan Abkhazia. "Anda tidak perlu ragu lagi mengenai tragedi di South Ossetia. Serangan tentara Georgia yang menewaskan warga sipil dan pasukan penjaga perdamaian Rusia," ungkapnya.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice mengatakan, keputusan Rusia itu sungguh sangat mengecewakan dan berlawanan dengan resolusi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

(www.okezone.com)

POJOK SAHABAT